Raden Duryudana

Kelahiran.


Kisah kelahiran Duryodana dan para saudaranya tercatat dalam kitab Mahabharata pertama, yaitu Adiparwa, pada bab Sambhawaparwa. Dalam kitab diceritakan bahwa ia merupakan putra sulung Dretarastra (pengeran Dinasti Kuru) dan Gandari (putri kerajaan Gandhara).




Mereka tinggal di keraton Hastinapura bersama adik Dretarastra yang bernama Pandu dan dua istrinya yang bernama Kunti dan Madri. Karena suatu kutukan yang diucapkan Resi Kindama, maka Pandu bersuluk ke tengah hutan bersama dua istrinya. Takhta kerajaan pun dititipkan kepada kakaknya, Dretarastra.

Menurut Adiparwa, Gandari hamil dalam jangka panjang yang tidak wajar, melebihi 9 bulan. Sementara itu, Pandu dan Kunti telah dikaruniai seorang putra yang diberi nama Yudistira. Setelah mendengar kabar tersebut, Gandari merasa iri dan frustasi sehingga ia memukul-mukul kandungannya. Akhirnya, Gandari melahirkan gumpalan daging berwarna keabu-abuan. 

Kemudian Gandari memohon bantuan Byasa, seorang pertapa sakti yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Dinasti Kuru, yang kemudian memberi berkah seratus orang anak kepadanya. Byasa memotong gumpalan daging tersebut menjadi seratus bagian, dan memasukkannya ke dalam pot. 

Kemudian pot-pot tersebut ditanam di dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, pot tersebut digali kembali. Yang pertama kali dikeluarkan dari pot tersebut adalah Duryodana, diiringi oleh Dursasana, dan adik-adiknya yang lain.

Dalam kitab Adiparwa, dikisahkan bahwa tanda-tanda yang buruk mengiringi kemunculan Duryodana dari dalam pot. Para brahmana di keraton merasakan adanya tanda-tanda akan bencana yang buruk. Widura, menteri kerajaan yang merupakan adik Dretarastra mengatakan bahwa tanda-tanda seperti itu merupakan peringatan bahwa putra tersebut akan mendatangkan kekerasan yang dapat mengakhiri garis Dinasti Kuru. 

Widura dan sesepuh keraton bernama Bisma menyarankan agar putra tersebut dibuang, tetapi Dretarastra tidak mampu melakukannya karena cinta dan luapan perasaan akan kelahiran putra pertamanya itu

 Masa Muda


Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Duryodana sangat kuat. Ia dihormati oleh adik-adiknya, khususnya Dursasana. Setelah Pandu wafat di tengah hutan, Madri melakukan ritual Sati. Kemudian Bisma menjemput Kunti dan kelima putra Pandu (Pandawa) untuk tinggal lagi di keraton Hastinapura. 

Kedatangan para putra Pandu menimbulkan perasaan waswas pada Duryodana, sebab Yudistira (Pandawa tertua) adalah yang sulung di antara para pangeran di sana, sehingga peluang sebagai pewaris takhta akan jatuh kepadanya. Sangkuni, paman Duryodana dari pihak ibunya, kerap memberikan saran yang jahat, dan mendiskusikan rencana menyingkirkan para Pandawa, tetapi seringkali gagal.

Saat para Korawa dan Pandawa unjuk kebolehan saat menginjak dewasa, munculah sesosok ksatria gagah perkasa yang mengaku bernama Karna. Ia menantang Arjuna yang disebut sebagai ksatria terbaik oleh Drona. 

Namun Krepa mengatakan bahwa Karna harus mengetahui kastanya, agar tidak sembarangan menantang seseorang yang tidak setara. Setelah menyaksikan perlakuan tersebut, Duryodana membela Karna, kemudian mengangkatnya menjadi raja di Kerajaan Anga. 

Semenjak saat itu, Duryodana bersahabat dengan Karna. Baik Karna maupun Duryodana tidak mengetahui, bahwa Karna sebenarnya merupakan putra Kunti. Karna juga merupakan harapan Duryodana agar mampu meraih kemenangan saat Bharatayuddha berlangsung, karena Duryodana percaya bahwa Karna adalah lawan yang sebanding dengan Arjuna.

Dalam kitab kedua Mahabharata, yaitu Sabhaparwa diceritakan bahwa Duryodana datang berkunjung ke Istana Indraprastha, keraton yang didirikan oleh para Pandawa dengan bantuan Kresna dan Mayasura. Ia terkagum-kagum dengan kemegahan istana tersebut. 

Saat memasuki sebuah ruangan, ia mengira sebuah kolam sebagai lantai, sehingga akhirnya tercebur. Kejadian tersebut disaksikan oleh para Pandawa sehingga mereka tertawa terpingkal-pingkal, kecuali Yudistira. Duryodana pun merasa terhina akan tanggapan para Pandawa.

Setelah pulang dari Indraprastha, Duryodana sibuk memikirkan cara merebut harta Yudistira. Sangkuni, paman Duryodana dari Gandhara menawarkan ide untuk mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Niat tersebut disetujui oleh Duryodana, demikian pula Dretarastra yang terbujuk oleh Sangkuni. 

Pada hari yang dijanjikan, Yudistira bermain dadu dengan Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni. Di awal permainan, Sangkuni membiarkan Yudistira menikmati kemenangan, tetapi pada pertengahan permainan, kemenangan terus dimenangkan oleh Sangkuni berkat kesaktiannya dalam mengatur angka dadu. Setelah Yudistira kehilangan harta dan kerajaannya dalam perjudian, ia pun mempertaruhkan kebebasan adik-adiknya, termasuk istrinya. 

Namun tak satu pun yang dimenangkan oleh Yudistira, sehingga Pandawa dan Dropadi pun menjadi budak Duryodana. Para Pandawa pun diminta untuk melepaskan pakaian dan perhiasan mereka.

Setelah Yudistira kalah, Duryodana segera menyuruh agar Dropadi datang ke arena permainan, sebagai budak yang telah diperoleh melalui taruhan. Pada waktu itu Dropadi sedang berada di keputren Hastinapura. 

Ia berulang kali menolak untuk dijemput oleh pesuruh, sehingga Duryodana mengutus Dursasana, adiknya sendiri untuk menjemput Dropadi. Dropadi tetap menolak untuk hadir di arena permainan, sehingga Dursasana menyeretnya secara paksa. 

Di arena permainan, Duryodana meminta Dropadi untuk menanggalkan pakaiannya, tetapi ia menolak, sehingga Dursasana mencoba menelanjanginya. Namun berkat pertolongan gaib dari Kresna, kain yang dikenakan Dropadi tidak habis meski terus-menerus ditarik dan diulur-ulur. Setelah Dursasana kelelahan, akhirnya Bima bersumpah bahwa ia akan merobek dada Dursasana, serta membinasakan para Korawa.

Tak lama setelah Dropadi dihina, pertanda alam yang buruk muncul di Hastinapura. Menyadari bahwa masa depan keluarganya terancam, Dretarastra pun mengembalikan semua yang telah dipertaruhkan Yudistira, termasuk kebebasannya. 

Namun, hal itu menyebabkan kekecewaan besar bagi Duryodana. Akhirnya diadakanlah permainan dengan taruhan bahwa yang kalah harus hidup di tengah hutan selama 12 tahun. Setelah itu, yang kalah menjalani hidup dalam masa penyamaran selama setahun. Apabila penyamaran pada tahun itu terbongkar, maka yang kalah harus menjalani hidup lagi di tengah hutan. 

Sebagaimana permainan sebelumnya, Yudistira pun kalah. Akhirnya para Pandawa beserta istri mereka menjalani apa yang telah dipertaruhkan. Kehidupan para Pandawa dan Dropadi di tengah hutan tercatat dalam kitab Wanaparwa, sedangkan kehidupan mereka dalam masa penyamaran tercatat dalam kitab Wirataparwa.

Anugerah Gandari


Suatu interpolasi kisah tradisional—tidak terdapat dalam naskah Mahabharata gubahan Byasa yang berbahasa Sanskerta—mengandung cerita bahwa Gandari pernah membuka penutup matanya untuk melihat Duryodana. Diceritakan bahwa pada awalnya ia merasa cemas akan nasib Duryodana setelah para Korawa gugur di pertempuran. Agar putranya tersebut mencapai kemenangan, ia memberikan sebuah kekuatan ajaib yang berasal dari kedua matanya yang ia tutup. 

Kekuatan tersebut dapat membuat tubuh Duryodana kebal terhadap berbagai macam serangan. Sebelum memberikan anugerahnya, ia menyuruh Duryodana agar mandi terlebih dahulu, kemudian memasuki tenda dalam keadaan telanjang.

Dalam perjalanan ke tempat ibunya, Duryodana berpapasan dengan Kresna yang baru saja datang mengunjungi Gandari. Kresna mencela dan mengejek Duryodana yang hendak menghadap ibunya sendiri dalam keadaan telanjang. Karena malu, Duryodana menutupi bagian bawah perutnya, termasuk bagian paha. Saat Duryodana memasuki tenda, Gandari pun membuka penutup matanya. 

Saat matanya terbuka, kekuatan ajaib dilimpahkan ke tubuh Duryodana. Namun Gandari melihat bahwa Duryodana menutupi bagian bawah perutnya. Ia pun berkata bahwa bagian tersebut tidak akan kebal dari serangan musuh, karena bagian tersebut ditutupi saat Gandari melimpahkan anugerahnya. Meskipun bagian cerita ini tidak terkandung dalam naskah Mahabharata gubahan Byasa, tetapi cukup populer dalam adaptasi Mahabharata masa kini, contohnya dalam seri Mahabharata B.R. Chopra.


Duryudana

 Kematian


Duryodana gugur perlahan-lahan setelah duel melawan Bima pada hari kedelapan belas. Dalam kitab Sauptikaparwa, hanya tiga kesatria yang bertahan hidup dan masih berada di pihaknya, yaitu Aswatama, Krepa, dan Kertawarma. Dalam keadaan sekarat, Duryodana sempat mengangkat Aswatama sebagai pemimpin sisa-sisa prajurit Korawa, dan berpesan agar Aswatama membalaskan dendamnya untuk membinasakan para Pandawa. 

Aswatama pun menyusup ke perkemahan para Pandawa pada malam hari, tetapi Pandawa sedang tidak berada di sana. Sebaliknya, ia membunuh Drestadyumna, Srikandi, Pancakumara, Utamoja, Yudamanyu, dan sisa laskar Pandawa. Ia kemudian kembali ke tempat Duryodana dan menceritakan pembalasan dendam yang telah dilakukannya. Tak lama kemudian, Duryodana gugur. 

Setelah Duryodana gugur, Sanjaya kehilangan mata batinnya sehingga ia tidak mampu lagi menceritakan kejadian di Kurukshetra kepada Dretarastra.

Sumber : Wikipedia

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form